Kamis, 31 Januari 2013

    PASAR

    Pasar tradisional, tempat transaksi pedagang dan pembeli, itu termasuk salah satu objek favorit para pelukis tradisional, mulai dari modern hingga kontemporer.  Apanya yang menarik?

    Di kota-kota besar di Indonesia, pasar-pasar tradisional sudah tergantikan oleh supermarket dengan beragam merek, baik merek asli dalam negeri maupun waralaba asing. Namun, di desa-desa, pasar tradisional masih berjaya, meskipun sudah terancam minimarket lokal yang mulai aktif masuk desa.
    Salah satu keunggulan pasar tradisional adalah selalu tersedia ruang tawar-menawar sehingga pembeli tertantang untuk mendapatkan barang bagus dengan harga murah, sedangkan penjual tetap bisa mengambil keuntungan. Dalam proses tawar-menawar hingga tercapai titik sepakat atau tidak sepakat itulah muncul “perasaan tertentu” yang tidak didapatkan di supermarket, minimarket, dan hipermarket yang harganya tidak bisa ditawar lagi. Dalam proses tawarmenawar itu pula pedagang dan pembeli dilatih untuk saling meluluhkan hati “lawan” dengan cara yang santun.
    Dalam ranah seni rupa Indonesia, kehidupan pasar tradisional banyak diangkat para pelukis ke atas kanvas.  Tentu saja dengan alasan masing-masing. Mulai dari kekayaan warna yang ditimbulkan dari kostum penjual dan pembeli, kekayaan garis bidang dan ruang, kekayaan gerak, hingga yang sudah disinggung di atas—ekspresi individu ataupun kelompok dalam proses transaksi dan pergerakan di dalam ruang. Di samping itu, setiap pasar juga menawarkan bentuk-bentuk arsitektur yang menunjukkan setting pasar, juga isi dari pasar tersebut sesuai dengan jenisnya—mulai dari pasar ikan, pasar burung, pasar buah, pasar kambing, hingga pasar yang menjual sayur-mayur, bahan kebutuhan pokok, dan kebutuhan sehari-hari lain. Belum lagi bau pasar yang mempunyai aroma khas. Dinamika pasar seperti itu menantang pelukis untuk bisa “menaklukkan” secara artistik.

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar